Senin, 17 Oktober 2016

Praktikum 2

RANCANGAN CAMPURAN BETON(Berdasarkan ACI Comittee 211)
Langkah 1: 
Pemilihan Nilai Slump
Langkah 2: Pemilihan Ukuran Maksimum Agregat KasarPemilihan ukuran maksimum agregat kasar dilakukan sebagai pembatasan struktural untuk penulangan dan pemadatan. Biasanya ukuran maksimum agregat kasar ditentukan dalam spesifikasi, tapi apabila tidak ditentukan dapat menggunakan persyaratan sebagai berikut:
  1. 1/5 jarak terkecil antara 2 tepi bekisting
  1. 1/3 tebal pelat
  1. 3/4 jarak bersih selimut beton
  1. 2/3 jarak bersih antar tulang
Langkah 3:Estimasi Kebutuhan Air Pencampur dan Kandungan UdaraJumlah air pencampur persatuan volume beton yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantuk pada ukuran maksimum agregat, bentuk serta gradasi agregat dan juga pada jumlah kebutuhan kandungan udara pada campuran. 

Langkah 4:
Pemilihan Nilai Perbandingan Air Semen
Hubungan rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenernya yang digunakan dalam pencampuran. Sebelum memilih nilai a/s, sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu nilai kuat beton rata-rata dengan cara:
fm = fc' + 1,64 Sd
fm : nilai kuat beton rata-rata
fc  : nilai kuat tekan karatkterisik (yang disyaratkan)
Sd : standar deviasi (dapat dilihat berdasarkan tabel dibawah ini). Standar deviasi dipilih berdasarkan kondisi dan letak pengerjaannya.

Setelah didapat nilai fm, maka langkah selanjutnya menentukan perbandingan air semen dengan melihat tabel di bawah ini.

Langkah 5:
Perhitungan Kandungan Semen
Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur (step 3) dibagi dengan rasio air semen (step 4). 

berat semen=  (berat air pencampur)/(rasio air semen)

Langkah 6:
Estimasi Kandungan Agregat Kasar
Untuk menentukan kandungan agregat kasar, terlebih dahulu kita tentukan Modulus Kehalusan dari agregat. Semakin halus pasir dan semakin besar ukuran maksimum agregat kasar, semakin banyak volume agregat kasar yang dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton dengan kelecakan (workabilitas) yang baik.Volume agregat kasar per 1 m3 beton adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dari tabel dibawah ini. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud.

BAK = MAK x VAK x Fk
BAK : Berat Agregat Kasar
MAK : Massa Agregat Kasar
VAK : Volume Agregat Kasar
Fk : Faktor Koreksi

Langkah 7:
Estimasi Kandungan Agregat Halus
Pertama, tentukan terlebih dahulu berat jenis beton segar dengan menggunakan Ukuran Maksimum Agregat.

Langkah 8:
Koreksi Kandungan Air pada Agregat
Karena dalam step sebelumnya agregat diasumsikan dalam kondisi SSD, maka kandungan air di dalamnya harus dikoreksi. 
BAK koreksi = BAK + ( BAK x Daya Serap Air Agregat Kasar )
BAH koreksi = BAH + ( BAH x Daya Serap Air Agregat Halus )

Langkah 9:
Koreksi Berat Air

ANALISIS DAN HASIL:

Berat Air koreksi = BBS - BAK koreksi - BAH koreksi - Semen



Praktikum 1

Peraktikum ini dilakukan pada  Tanggal 30 September 2016

1. Pemeriksaan Berat Volume Agregat
Referensi:
ASTM C29- Bulk Density (Unit Weight) and Voids in Aggregate
SNI 03-4804-1998-Metode Pengujian Berat Isi dan Rongga Udara dalam Agregat
Tujuan:
Menghitung berat volume agregat halus, kasar, atau campuran.
Penjelasan Umum:
Berat volume agregat digunakan untuk menentukan proporsi agregat yang digunakan dalam campuran. Berat volume agregat diartikan adalah perbandingan antara berat material kering dengan volumenya.
Alat:
a. Timbangan dengna ketelitian 0.1% berat contoh
b. Talam kapasitas cukup besar untuk meringankon contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15mm, panjang 60cm yang ujungnya bulat, terbuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata
e. Sekop
f. Wadah baja yang cukup berbentuk silinder dengan alat pemegang sesuai dengan tabel.
Benda Uji:
Agregat halus dan kasar
Prosedur:
Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas wadah sesuai dengan tabel pada foto. Keringkan dengan oven, suhu pada oven (110+/-5)oC sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.
1. Berat isi lepas
a. Timbang dan catat wadah
b. Masukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir-butir dari ketinggian 5cm di atas wadah dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh
c. Ratakan permukaan dengan mistar atau jika tidak ada dengan tongkat pemadat.
d. Timbang dan catat berat wadah beserta benda ujinya(w2)
e. Hitung berat benda uji (w3=W2-W1)
2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm dengan cara penusukan.
a. Timbang dan catat berat wadah(W1)
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam 3 lapis yang sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25 kali secara merata
c. Ratakan benda uji dengan tongkat atau mistar
d. Timbang dan catat berat wadah sekaligus benda ujinya
e. Hitung berat benda uji(W3=W2-W1)
3. Berat isi agregat ukuran butir antara 38,1mm – 101,1mm dengan cara penggoyangan
a. Timbang dan catat wadah(W2)
b. Isi wadah dengan benda uji dengan 3 lapis yang sama tebal
c. Padatkan setiap lapis dengan cara menggoyangkan wadah dengan prosedur sbb:
- Letakkan wadah diatas tempat yang kokoh dan datar, angkat salah satu sisinya setinggi 5cm lalu digoyangkan
- Ulangi peristiwa diatas untuk sisi yang lain
- Dan seterusnya
d. Ratakan benda uji dengan mistar atau tongkat pemadat
e. Timbang dan catat berat benda wadah dan isinya(W2)
f. Hitung berat benda uji(W3=W2-W1)

Analisis dan Hasil:

2. Analisis Saringan Agregat Halus dan Agregat Kasar
Referensi:
ASTM C136-Sieve Analysis of Fine and Coarse Aggregates
SNI 03-1968-1990-Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar
Tujuan:
Menentukan distribusi ukuran partikel dari agregat halus dan agregat kasar dengan uji saringan
Penjelasan Umum:
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan distribusi butiran agregat. Data distribusi butiran agregat diperlukan dalam perencanaan adukan beton. Pelaksanaan gradasi ini dilakukan pada agregat halus dan kasar.
Alat:
a. Timbangan dan neraca dalam ketelitiann 0.2% dari berat benda uji
b. Satu set saringan dengan ukuran pada foto dibawah(analisis dan hasil)
c. Oven dengna pengatur suhu dan pemanasan hingga (110+/-5)oC
d. Alat pemisah
e. Mesin penggetar saringan/manual(dengan tangan)
f. Talam-talam
g. Kuas, sikat kawat, sendok, dll
Benda Uji:
benda uji diperoleh dari alat pemisah. Berat benda uji disesuaikan dengan ukuran diameter max agregat kasar yang digunakan pada foto analisis dan hasil.
Prosedur:
a. Keringkan agregat sampel tes dengan berat yang telah ditentukan pd suhu yang sudah ditentukan diatas, lalau dinginkan pada temperatur ruangan
b. Timbangan kembali berat sampel agregat yang digunakan
c. Persipkan saringan yang akan digunakan
d. Setelah disusun, letakan sampel agregat diatas saringan
e. Goyangkan saringan dengan tangan/mesin
f. Hitung berat agregat pada masing-masing saringan
g. Total berat agregat setelah dilakukan saringan dibandingkan dengan berat semula. Jika perbedaannya lebih dari 0.3% dari berat semula sampel agregat yang digunakan, hasilnya tidak dapat digunakan.
Analisis dan Hasil:
a. Hitung persentase berat agregat yang lolos dan tertahan
b. Plotkan kurva gradasi
c. Hitung Mf(modulus kehalusan)


3. Pemeriksaan Kadar Organik dalam Agregat Halus
Tujuan:
Mengetahui kadar organik yang terkandung dalam agregat halus. Kandungan organik yang melebihi batas yang diijinkan dapat mempengaruhi mutu beton yang direncanakan
Menurut persyaratan, kadar orgnaik diijinkan sesuai percobaan warna dari Abrams-Harder dengna larutan NaOH(3%). Penggunaan agregat halus yang tidak sesuai dengan persyaratan dilakukan dengan syarat kekuatan tekan beton umur 28 hari yang dihasilkan dengan menggunakan agregat halus tersebut tidak kurang dari 95% dari kekuatan beton yang sama tetapi dengan agregat yang standard, pada umur yang sama.
Alat:
a. Botol gelas tembus pandang dengna penutup karet atau gabus atau bahan penutup lainnya yang tidak bereaksi dengan NaOH. Volume gelas = 350ml
b. Standar warna (Organik Plate)
c. Larutan NaOH(350)
Benda Uji:
Contoh pasir dengan volume 115ml(1/3 volume botol)
Prosedur:
a. Masukka 115ml pasir ke dalam botol tembus pandang(kurang lebih 1/3 isi botol)
b. Tambahkan larutan NaOH 3%. Setelah dikocok, isinya harus mencapai kira-kira % volume botol
c. Tutup botol gelas tersebut dan kocok hingga lumpur yang menempel pada agregat nampak terpisah dan biarkan selama 24 jam agar lupur tersebut mengendap
d. Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan yang terlihat dengan standar warna No. 3 pada organik plate (bandingkan apakah lebih tua atau lebih muda)


4. Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus
Tujuan:
Menentukan besar persentase kadar lumpur dalam agregat halus yang digunkan dalam campuran beton. Kandungan lumpur <5% = ketentuan bagi penggunaan agregat halus untuk pembuatan beton
Alat:
a. Gelas ukur
b. Alat pengaduk
Benda Uji:
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan dengan bahan pelarut biasa
Prosedur:
a. Benda uji dimasukkan ke dalam gelas ukur
b. Tambahkan air dalam gelas ukur guna melarutkan lumpur
c. Gelas dikocok untuk mencuci agregat halus dari lumpur
d. Simpan gelas pada tempat ynag datar dan biarkan lumpur mengendap setelah 24 jam
e. Ukur tinggi pasir(V1) dan tinggi lumpur(V2)
Analisis dan Hasil:
Kadar Lumpur=V2/(V1+V2)  X 100%
   



 SETELAH 24 JAM

5. Pemeriksaan Kadar Air Agregat
Referensi:
SNI 03-1971-1990-Metode Pengujian Kadar Air Agregat
Tujuan:
Menentukan besarnya kadar air yang terkandung dalam agregat dengan cara pengeringan. Kadar kering agregat adalah perbandingan antara berat agregat dalam kondisi kering per berat semulanya dikali 100%. Nilai ini digunakan untuk koreksi takaran air untuk adukan beton yang disesuaikan dengan kondisi agregat di lapangan
Alat:
a. Timbangan dengan ketelitian 0.1% berat contoh
b. Oven denga T hingga (110+/-5)oC
c. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat pengeringan benda uji
Benda Uji:
Berat minimum contoh agregat dengan diameter max 5mm adalah 0.5kg
Prosedur:
a. Timbangan dan catat berat talam(W1)
b. Masukkan benda uji ke dalam talam, lalu berat talam dan benda ujinya ditimbang(W2)
c. Hitung berat benda uji(W3=W2-W1)
d. Keringkan contoh bend uji bersama talam dalam oven pada T(110+/-5)oC hingga beratnya tetap
e. Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam(W4)
f. Hitung berat benda uji kering(W5=W4-W1)
Analisis dan Hasil:
kadar air dalam agregat=(W3-W5)/W5  X 100%


6. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat

AGREGAT HALUS
Referensi:
ASTM C128-Spesific Gravity and Absorption of Fine Aggregate
SNI 03-1970-1990-Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus
Tujuan:
Menentukan spesific gravity(sg) dan penyerapan agregat halus. Dari sg dapat menentukan nilai bulk spesific gravity, bulk spesific gravity SSD, atau apprent spesific gravity
Penjelasan Umum:
Nilai bulk spesific gravity adalah karakteristik umum yang digunakan untuk menghitung volume yang ditempatkan oleh agregat dalam berbagai campuran, termasuk semen, beton, aspal, dan campuran lainnya yang proporsional
Alat:
a. Timbangan dengan ketelitian 0.1 gram atau kurang yang mempunyai kapasitas minimum sebesar 1000 gram atau lebih
b. Piknometer dengan kapasitas 500gram
c. Cetakan krucut pasir
d. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan krucut pasir
Benda Uji:
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 1000gr. Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau perempatan
Prosedur:
a. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering dengan indikasi contoh tercurah dengan baik
b. Sebagian dari contoh dimasukkan kedalam metal sand cone mold. Benda uji dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper). Jumlah tumbukan 25x. Kondisi SSD diperoleh, jika cetakan diangkat, butir-butir pasir longsor/runtuh
c. Contoh agregat halus sebesar 500gr dimasukkan ke dalam piknometer. Lalu piknometer diisi air hingga 90%. Bebaskan glembung udara dengan digoyangkan, redamlah piknometer dengna T air(73,4+/-3)oF selama 24jam. Timbang berat piknometer yang berisi contoh dengan air.
d. Pisahkan benda uji dari piknometer dan keringkan pd T(213+/-130)oF. Langkah ini diselesaikan dalam 1 hari
e. Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasi pd T(73,4+/-3)oF dengna ketelitian 0,1gr
Analisis dan Hasil:
Apparent Spesific Gravity=E/(E+D-C)
Bulk Spesific Gravity kondisi kering=E/(B+D-C)
Bulk spesific gravity kondisi SSD=B/(B+D-C)
Persentase absorpsi =(B-E)E x 100%
Dimana:
A=Berat piknometer
B=Berat contoh kondisi SSD
C=Berat piknometer+contoh air
D=Berat piknometer+air
E=Berat contoh kering


AGREGAT KASAR
Referensi:
ASTM C127-Spesific Gravity(sg) and Absorption of Coarse Aggregate
SNI 03-1969-1990-Metode Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Tujuan:
Menentukan sg dan penyerapan agregat kasar. Dari spesific gravity dapat menentukan nilai bulk spesific gravity SSD, atau apparent spesific gravity
Penjelasan Umum:
Nilai Bulk Spesific gravity merupakan karakteristik umum yang digunakan untuk menghitung volume yang ditempatkan oleh agregat dalam berbagai campuran, termasuk semen, beton aspal, dan campuran lainnya yang proporsional
Alat:
a. Timbangan dengan ketelitian 0.5 gr yang mempunyai kapasitas 5kg
b. Keranjang besi diameter 203.2mm dan tinggi 63.5mm
c. Alat penggantung keranjang
d. Handuk atau kain pel
Benda Uji:
Berat cpntph agregat disiapkan sebanyak 11L dalam keadaan kering muka (SSD). Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah. Butiran agregat lolos saringan No. 4 tidak dapat digunakan sebagai benda uji.
Berat minnimum benda uji yang digunakan ditentukan berdasarkan ukuran max nominal
Prosedur:
a. Benda uji direndam selama 1 hari
b. Benda uji dikeringkan permukaanyya(SSD) dengan menggulungkan handuk pada butiran
c. Timbang sampel. Hitung berat kodisi SSD=A
d. Contoh benda uji dimasukkan kekeranjang dan direndam kembali di dalam air. T air dijaga (73.4+/-3)oF, lalu ditimbang, setelah dikeranjang digoyangkan didalam air utk melepaskan udara yang terperangkap. Hitung berat sampel kondisi jenuh=B
e. Sampel dikeringkan pada T(212-130)oF. Setelah diinginkan lalu ditimbang. Hitung berat sampel kondisi kering=C
Analisis dan Hasil:
Apparent Spesific Gravity=C/(C-B)
Bulk Spesific Gravity kondisi kering=C/(A-B)
Bulk spesific gravity kondisi SSD=A/(A-B)
Persentase absorpsi =(A-C)/C x 100%

Pengenalan Praktikum

Pengenalan Praktikum.
1.       Penggunaan Jas Lab yang baik dan benar


2.       Rambut harus rapi. Jika panjang maka diikat

3.       Jadwal, buku praktikum, Peralatan
Jadwal Praktikum Selama 1 semester

Buku Praktikum BBL

Peralatan Praktikum









3. My BBL Crews


Senin, 03 Oktober 2016

Serangan Klorida Pada Beton

Penetrasi ion klorida ke dalam struktur beton merupakan penyebab kerusakan pada tulangan beton. Ion klorida merusak bagian tulangan beton dan relative tidak merusak struktur beton itu sendiri.
            Ion klorida akan menyerang lapisan pasif dan bereaksi dengannya, bahkan dengan pH yang tinggi sekalipun. Kerusakan diawali dengan lubang-lubang kecil yang mulai muncul yang disebut dengan korosi pitting. Berbeda dengan karbonasi yang lubang/kerusakannya merata, pada korosi pitting, lubangnya satu namun curam. Korosi pitting sangant berbahaya karena ukurannya kecil dan sulit terdeteksi.
Mekanisme penetrasi klorida kedalam beton.
Richardson (2010) memberikan penjelasan mekanisme korosiyang terjadi pada lingkungan yang kaya klorida, adalah sebagai berikut:

2Fe  2 Fe2++ 4e-
Ion Fe positif akan bereaksi dengan ion klorida membentuk komponen besi klorida (FeCl2)

2Fe2++ 4Cl- 2 FeCl2
2FeCl2+ 4H2O → 2Fe(OH)2+ 4HCl
Komponen besi klorida (FeCl2) yang terlarut dalam air pori beton akan meningkatkan keasaman lingkungan lubang korosi karena akan menurunkan nilai pH beton, dan ini akan mengakibatkan oksidasi lebih jauh dari besi tulangan. Klorida bebas yang di regenerasi dalam proses ini akan meningkatkan laju korosi pada lubang sumuran.


Masa/Umur Layan (Service Life)
            Adalah perioda struktur memenuhi fungsi strukturalnya. Hal ini perlu diperhatikan mengingat :
1.      Masa layan bangunan di laut hanya setengah dari perkiraan masa layannya
2.      Biaya rehabilitasi struktur beton bertulang akibat korosi cukup mahal
Untuk menaksir masa layan suatu bangunan dapat diketahui melalui factor durabilitas beton dari :
1.      Laju difusi ion klorida dalam beton
2.      Kandungan klorida kritis pada permukaan tulangan
Mekanisme kerusakan struktur beton yang diakibatkan rusaknya tulangan baja (Tuutii, 1982)
1.      Laju korosi diabaikan
Tulangan pasif berada pada lingkungan basa
2.      Perioda inisiasi
Pada kasus penetrasi ion klorida , kandungan Cl- melebihi ambang batas, sedangkan pada kasus karbonasi nilai pH kurang dari 11.5
3.      Perioda propagasi
Pada periode ini muncul air dan oksigen yang akan menyebabkan perkaratan pada tulangan
4.      Konsekuensi
Pada penetrasi Cl terbentuk lubang-lubang pitting, sementara pada kasus karbonasi akan terbentuk spalling pada struktur pada akhirnya
Pemodelan kerusakan korosi dan umur layan dari struktur beton bertulang (Tuutti, 1982)Pemodelan Umur Layandidasarkan pada kerusakan yang disebabkan oleh korosi tulangan:
1.      MODEL BEBAS KOROSI
Penentuan umur layan didasarkan pada ketentuan tidak boleh ada korosi
2.      MODEL KERUSAKAN KOROSI YANG MASIH DITERIMA
Penentuan umur layan didasarkan pada ketentuan boleh ada korosi namun masih pada batas yang bisa diterima
3.      MODEL KERUSAKAN AKHIR
Penentuan umur layan didasarkan pada kondisi ultimate dari struktur(runtuh).
                Perioda inisiasi : mulai masuknya ion beton ke tulangan hingga kandungan klorida mencapai titik kritis hingga terjadinya depasivasi pada beton.
Perioda propagasi : terjadinya depasivasi pada beton hingga mulai muncul kerusakan pada struktur beton seperti retak-retak dan spalling
                Sampai saat ini penelitian difokuskan pada perlindungan utama struktur beton dalam kondisi inisiasi dimana kondisinya masih cukup awal dan dapat dipersiapkan secara dini.
                Prediksi umur layan dapat diketahui dengan prediksi masa inisiasi ion klorida dalam beton, dimana dapat diketahui masa mulai melekatnya ion klorida hingga jumlah ion klorida mengalami fase kritis/jumlahnya kritis.
Mekanisme penetrasi ion klorida ke dalam selimut beton
1.      Difusi
Kebanyakan terjadi di zona terendam. Pada mekanisme ini ion klorida dan garam masuk ke tulangan beton karena tekanan udara di laut lebih tinggi daripada di dalam tulangan. Hal ini dapat digunakan untuk memprediksi umur layan beton melalui pendekatan Hukum Fick 2 berdasarkan laju difusi ion klorida pada beton.

1.  
    Gaya kapiler
Masuknya air laut melalui celah-celah kecil pada beton
2.      Permeasi dan difusi
Masuknya ion-ion melalui tekanan dari sekitarnya dan juga difusi dari permukaan beton bertulang.
Langkah-langkah untuk estimasi penetrasi kandungan ion klorida :
1.      Pengambilan sample beton yang mengandung ion klorida, concrete core/drilling
2.      Analisa kandungan klorida pada sample beton, titrasi
3.      Hasil analisa kemudian diplot pada kedalaman yang berbeda
4.      Dari profil klorida yang diperoleh dan dengan persamaan hukum Fick kedua, maka didapatkan koefisien difusi dan kandungan klorida pada permukaan beton
Solusi persamaan Hukum Fick:
Asumsi-asumsi untuk PersamaanDifusi Fick
Proses difusinya dianggap non-steady state.
Ion klorida berdifusi hanya ke satu arah atau proses difusinya adalah satu dimensi.
Koefisien difusi dan konsentrasi klorida dipermukaan beton tidak berubah dengan waktu.
Koefisien difusinya tidak berubah dengan perubahan kedalaman selimut beton
Koefisien difusinya tidak berubah dengan perubahan konsentrasi klorida didalam beton

Koefisien difusi bukan suatu konstanta, tetapi tergantung pada umur beton, perbandingan air semen, jumlah dan difusivitas agregat, kelembaban relatif, temperatur dan mikro struktur dari pasta semen dan agregat dan jenis dan lamanya perawatan (curing)
Informasi yang dibutuhkan untuk evaluasi dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan klorida
a.      Penetrasi ion klorida melalui selimut beton
b.      Tulangan baja mengalami korosi
c.       Terjadi retak-retak akibat korosi
Nilai ambang untuk konsentrasi ion klorida (Ccr)
            Adalah jumlah tertentu/jumlah kritis ion klorida guna memungkinkan terjadinya korosi
            Parameter yang mempengaruhi nilai klorida kritis, diantaranya :
a.      Kualitas beton
b.      Kondisi lingkungan dan pembebanan
c.       Nilai ambang batas klorida bervariasi antara 0.17 % dan 2.5 % berat semen
d.      CEB menetapkan konsetrasi klorida kritis 0.4% berat semen atau 0.1 % berat beton
e.      Nilai ambang batas klorida
0.2% berat semen-lingkungan laut(splash)
0.4% berat semen-lingkungan tidak terlalu agresif

Sumber Klorida :
1.      Pada proses pencampuran
Pada proses ini kemungkinan asal klorida dari air yang mengandung ion klorida atau alat-alat kerja yang terkontaminasi oleh ion klorida
2.      Ketika mongering
Masuk melalui proses difusi dari air laut

Klorida terdapat dalam beton dengan bentuk
-          Berada bebas dalam air pori
-          Terikat secara kimiawi dengan produk hidrasi semen
-          Terserap secara fisik ke dalam gel semen
Konsentrasi klorida permukaan (CS)
Factor yang mempengaruhi tingkat konsentrasi ion klorida pada permukaan struktur ialah :
-          Lokasi atau jarak struktur tersebut dari sumber klorida
-          Kondisi lingkungan
-          Material